Kamis, 08 November 2012

Merosotnya Nilai Mata Uang Rupiah




Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Banyak sekali fungsi uang yang dapat di gunakan salah satunya sebagai alat tukar. Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, hubungan ekonomi antarnegara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antarnegara. Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan berdampak pada indikator suatu negara.

 Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/bebas yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. Sejak masa itu naik turunnya nilai tukar (fluktuasi) ditentukan oleh kekuatan pasar.
 Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US$ pasca diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang terus mengalami kemerosotan. Pengamat ekonomi Salamuddin Daeng menilai ada 10 faktor penyebab merosotnya kurs rupiah. Faktor tersebut antara lain : 
  1. Terjadi defisit perdagangan akibat meningkatnya impor barang konsumsi dan impor pangan.
  2. Akibat defisit dalam neraca pembayaran merupakan akibat minimnya penerimaan ekspor, dan minimnya penarikan utang luar negeri.
  3. Arus modal keluar yang sangat tinggi akibat keluar investor dari pasar keuangan, bursa saham, arus modal keluar.
  4. Pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo dan bunga utang dalam jumlah yang sangat besar. Cicilan utang dan bunga utang yang harus dibayar pemerintah dalam tahun 2012 mencapai Rp. 160 triliun.
  5. Cadangan devisa yang terus merosot, ditambah dengan keengganan BI untuk melakukan intervensi pasar uang. BI menganggap, intervensi pasar mengganggu stabilitas perdagangan. Kenaikan harga dollar mungkin dianggap sebagai stimulus ekspor.
  6. Berpindahnya para spekulen dari pasar komoditas ke pasar uang dengan membeli mata uang dollar US. Keadaan ini tercermin dari jatuhnya harga saham komoditas unggulan pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Para spekulen lebih memilih pasar uang dengan membeli US dollar dibandingkan pasar komoditas.
  7. Pembayaran utang swasta yang semakin besar di tengah menurunnya harga saham komoditas utama seperti batubara, sawit.
  8. Melemahnya kepercayaan investor kepada pemerintah SBY menyebabkan investor menarik uang mereka dari Surat Utang Negara (SUN).
  9. Tingginya angka korupsi di Indonesia, dimana hasil korupsi tidak disimpan di bank-bank dalam negeri karena kekuatan yang besar oleh pemeriksaan PPATK. disinyalir para pejabat Indonesia mengalirkan uang miliaran dollar ke bank-bank di luar negeri setiap tahun.
  10. Rencana stimulus ekonomi AS sebesar USD 2 yang akan dikeluarkan oleh Federal Reserve AS. Diperkirakan hal ini akan mendorong sentimen investor internasional termasuk yang ada di Indonesia untuk memborong dollar. Rencana yang kemungkinan besar dilakukan pada bulan September itu, akan menjerumuskan rupiah pada tingkat yang paling rendah.
        Dampak penurunan nilai tukar adalah secara efektif akan menurunkan daya beli (permintaan) konsumen terutama masyarakat berpendapatan menengah dan rendah (miskin). Dampak penurunan permintaan ini akan mendorong menurunnya produksi barang dan jasa.

       Untuk itu, BI sebagai otoritas moneter diharapkan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, dalam upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan menetapkan beberapa kebijakan moneter antara lain dengan operasi terbuka, penetapan cadangan wajib minimum, kebijakan nilai tukar, pengelolaan cadangan devisa, dan kredit program.

0 komentar:

Posting Komentar